Selasa, 20 Januari 2015

Mengantri itu aktivitas budaya...



Tadi sore saya ngebaca soal Budaya mengantri di jepang dari Halaman Komunitas Ayah Edi: https://www.facebook.com/141694892568287/photos/a.144983902239386.35784.141694892568287/712139645523806/?type=1

Dan saya jadi teringat cerita salah satu teman FB saya yang sekarang domisilinya di jepang...

***

From Kiravelyn Aya

"Real life story  di Saat gempa terdahsyat di Jepang melanda. Pasca gempa serta tsunami-nya, dan saya beserta teman-teman bule lainnya menjadi volunteer disana. 

Pada suatu ketika, saya ketiban  jatah belanja di super market yang saat itu menjadi salah satu super market yang selamat. Untuk masuk ke dalam supermarketnya sampai harus antri rapi sekitar 5 menit, baru saya bisa berhasil masuk.

Dan, saat saya antri untuk mengambil SUSU, ada keluarga di depan saya. Keluarga itu terdiri dari ayah dan ibu yang masih bs dikatakan muda, dan anak laki-laki, sekitar SD kelas 3 dan anak perempuannya kira-kira SD  Kelas 1...

Sang kakak pun bergegas antri dan mengambil 2 SUSU, dan setelah mendapatkannya, dia berlari menghampiri keranjang belanjaan ayahnya, dan saat akan memasukkannya, dihentikan oleh ayahnya...

Ayahnya berkata: 'lihat sekelilingmu!'
Lalu si anak menjawab: “doushite!?, wakannai
Ayahnya membalas: “kenapa kamu mengambil 2 SUSU itu!?”
Anak: “1 buatku, 1 buat adik.”
Ayah: “1/2-nya buat kamu, 1/2 lagi buat adikmu, yang membutuhkannya masih banyak, kembalikan!”

Anak tersebut tanpa mengeluh dan tanpa ngedumel, dengan muka ceria mengembalikan susu tersebut, dengan MENGANTRI lagi secara rapi...

Saya yang melihat seluruh kejadian ini di belakangnya dengan mata melongo’, seakan-akan tidak percaya dengan kejadian barusan...DefuQ!....anak SD, diberi pengertian seperti itu!?
Kalo saya yang menjadi ortu-nya, malah akan mengambil SUSU itu sebanyak-banyaknya, meski saya tidak meminum setetes pun, anak saya harus berkecukupan!, 'padu' pun akan saya lakukan demi mendapatkan yang terbaik buat anak saya....pfffft,

Saya berfikir seperti itu sambil memandang adanya 4 buah SUSU di dlm keranjang belanjaan saya,....hahahaha, Tentunya bukn buat saya sendiri, melainkan bagian teman-teman saya juga..

Singkat cerita, setelah selesai belanja, saya lari keluar menghampiri keluarga tersebut, dan memberikan 1 SUSU saya kepada anaknya, tentu reaksi pertama mereka menolaknya, dan saya bersikeras untuk tetap memberikannya, dengan berkata : "Ini menjadi pembelajaran yang luar biasa bagi saya, sangat-sangat luar biasa, pintu hati saya terketuk dengan sekeras-kerasnya layaknya tertembus peluru. Di negara saya, yang mana berdasarkan atas agama, dengan 5 agama yang diakui, dengan asas kekeluargaan, tetapi pada saat gempa terjadi, yang terjadi adalah penjarahan, Mall dirampok, dan bahkan saling egois berebut makanan dari pemerintah, dimana ketika moral yang katanya dijunjung, pada saat bencana, yang ada adalah liarnya, dan mereka malah berkata orang yang mengikuti aturan adalah orang yang 'sok-sok-an', 'hypocrite', dan dibenci, sedangkan yang liar dan salah adalah yang benar..

Dan Jepang adalah negara yang tidak memiliki agama, free, dan kerap sekali dipandang tidak memiliki moral karena keanehannya oleh orang kami, tapi saya dengan mata kepala saya sendiri sekarang melihat, bentuk dari orang Jepang yang sesungguhnya, dan menjadi salah satu pembelajaran paling berguna dalam hidup saya, dan ini adalah rasa terima kasih saya, mohon anda terima, terlebih kami adalah volunteer disini".

Dengan rasa bangga dan mata yang hampir berlinang air mata, saya pamitan dan beranjak pergi.
Saya tak jera-jeranya menceritakan hal ini kepada teman-teman saya disana, kepada forum internasional saat presentasi ujian akhir saya disana, saat berada di kedutaan indonesia di Tokyo, hingga sekarang dengan keluarga, teman-teman saya, dan sebagainya.

Benar-benar suatu pengalaman yang sangat berharga sekali."

***

Nah...sekarang, bandingkan dengan cerita saya..


Pernah saat saya mengantri di salah satu toko buku ternama di Medan ini...saya borong buku diskonan dan mulai mengantri di depan counter.
karena memang lagi masanya diskonan kali ya dan juga masa-masa awal sekolah, jadi lumayan ramai di situ...

ada 2 orang di depan saya yang mengantri, lalu saya di urutan terakhir.
orang paling depan selesai, dan kami maju selangkah.
lalu datanglah dengan berlari seorang anak kecil, sepertinya kelas 1 atau 2 SD, cowok, dengan pakaian lengkap putih merah. sepertinya baru pulang sekolah dijemput ortunya.

tiba-tiba dia masuk ke sela-sela antara saya dengan orang di depan saya.
SAMBIL MEMELOTOTI SAYA.
ANAK ESDE LOOOOHHHHHH.

"aku mau bayar2, mama yang bayar ini kan?"
sahutnya ke mamaknya.

mamaknya yang berjilbab ternyata ada di belakang saya, agar berjarak.
"iya, jangan disitu nak, ayo antri nak.."
ngomongnya dengan nada mengajak dan datar biasa...

dia lari lagi ke tempat lain, lalu balik lagi, mau nyerobot yang depan.
ini saya mau negur...tapi gimana rasanya...

"lama kali orang niii, aku mau bayar cepat inii"
dengan logat medannya si anak.
dan itu terus berulang beberapa kali dengan kalimat serupa tapi tak sama.

mamaknya pun berulang kali bilang hal yang sama, tanpa ada memarahi, tanpa ada memberitahu dengan tegas.
sampai akhirnya dia mau juga antri di belakang saya.
sambil terus ngomel...
dan saya tetap lanjut membayar buku yang saya borong.


***

Sepertinya di beberapa bagian di Indonesia, terutama bagian otak manusianya...
antri itu bukan sebuah aktivitas budaya, apalagi untuk dibanggakan, apalagi untuk dilestarikan.

Manusia Indonesia itu sukanya yang sederhana yang simpel.
jadi kalo dikasih urutan tahapan suatu proses, 1 sampai 10 saja, rasanya ribet dan tanpa harus melewati 1. 10 sudah harus terjadi dan dinikmati.

Efek dari tidak menghargai budaya mengantri itu bukan cuma di macetnya antrian saja...

1. gaji buruh maunya gede, minim kerja banyak demo. tidak ada yang paham dengan urutan, merangkak dari bawah, ngesot, pelajari cara berdiri, tiru dan ambil manfaat, lalu berusaha lebih baik agar bisa berlari. bukan cuma berjalan. agar bisa buka usaha sendiri, bukan cuma kerja di bawah tangan.
tidak, rasanya itu tidak penting sama sekali. yang penting kerja, dapet duit. kalo bisa banyak tunjangan.

2. itu buruh, kalo pejabat. ndak usah ditanya lagi deh ya.

3. Dalam hal penggunaan usaha jasa...seperti saat orang-orang indonesia datang ke designer, datang ke dokter atau terapis. maunya langsung dapet hasil maksimal, segera, tanpa proses berurutan. ga pake lama. jadi. plek.

4. orang yang ga bisa mengantri, kalau dia jadi penyedia jasa/pengusaha...dia bakal buat produk/kerjaannya alakadarnya saja. contoh simpel juga dari para artist-an, saya pernah tau orang yang jenisnya begini. pengen jago gambar, dan karyanya dibeli, tapi belajar secara bertahap dan rutin pun tak mau.


Dalam mengantri...
ada banyak proses di dalamnya...seprti yang dibilang di dalam statusnya Ayah Edi...

1. ada namanya level grinding. Berusaha untuk memulai dari bawah, dari belakang, untuk selanjutnya secara perlahan...melangkah setapak demi setapak...agar bisa maju ke tujuan.

2. ada namanya repetisi. metode umum dalam belajar. mengulang dan mengulang dan mengulang dan mengulang.

dengan dua hal itu saja di dalam mengantri...
Seorang manusia Indonesia mampu menjadi pribadi yang sabar, pribadi yang teguh, tegar dan kokoh. mengantri itu bukan cuma nunggu. tapi latihan menahan diri dan beridiri lama di tempat yang tersedia.
Seorang manusia Indonesia mampi menjadi pribadi yang jujur, disiplin, dan mengasah keramahan yang dielu-elukan selama ini. "darimana bang? udah lama ngantri?" walau sekedar kalimat itu.

...dan, sebuah Bangsa bernama Indonesia, akan menjadi contoh yang sama besarnya dengan negara-negara di luar sana, yang terkenal akan budaya mengantrinya...

semoga bermanfaat,,,

=======


Tarot Konseling, psikologi dan Hipnoterapi
Artikel psikologi, hipnoterapi dan inspirasi lainnya bisa dicek di sini.