Hujan deras. Aku hanya bisa
terduduk. Di bawah lampu jalan. Jembatan yang sepi dari orang dan kendaraan
yang berlalu lalang. Tentu saja, ini sudah tengah malam dan aku tak tahu lagi
harus kemana, bagaimana atau bahkan, untuk apa lagi aku ada disini. Percuma.
Percuma. Sia-sia semua.
Dingin.
Rasanya... aku ingin tertidur
disini. Terlalu lelah untuk bergerak. Kalau bisa, aku ingin darahku juga
berhenti mengalir. Apa perlu aku hantam jantung ini agar semuanya mereda? Ah,
tapi entah kenapa aku masih tetap nyaman untuk berpikir sebanyak ini. Untuk
apa?
Disaat begini pun air mata ku tak
keluar. Tak adakah yang mendengar kan pikiranku ini? Hei? Seseorang disana?
Siapapun...
Aku lelah.
Calon istri ditikung oleh orang
tanpa aku bisa melakukan apa-apa. Tidak becus dalam pekerjaan. Keluarga mati
karenaku. Kenapa...kenapa semua cerita kehidupanku begini? Apalagi yang harus
kulakukan? Siapa lagi yang harus kusalahkan? Tuhan? Tidak, itu tidak berguna.
Aku juga tahu itu.
“Mati...”
Apa?hanya 1 kata ini yang bisa
kuucapkan?
“Mati..mati...mati....mati.mati.mati.mati.”
Tuhan, Kau ada kan? Disana? Kau
melihatku kan?
Tuhan, ada alasan kau memberiku
hal begini kan?
Tuhan, apa aku masih bisa berguna
untuk orang lain? Apa ada artinya aku duduk di sini?
Aku semakin meringkuk, seperti
bayi yang berada dalam rahim. Tapi kali ini tidak ada kehangatan ibu. Aku
menjatuhkan diriku kesamping. Kemudian akhirnya tergeletak di trotoar.
Hujan semakin deras dan membuat
semuanya basah. Tanpa terkecuali. Pakaianku terasa berat, apalagi aku menggunakan
jaket kulit seperti ini. Wajahku terasa nyaman ditotok dengan ribuan bulir air
yang jatuh dengan cepat dari langit. Entah kenapa tiba-tiba tubuhku terasa
lebih rileks dibanding tadi. Rasanya seakan aku tidak peduli semua hal yang
ada, aku tidak mau memikirkan yang sudah terjadi tau apapun yang akan terjadi.
Aku hanya ingin merasakan saat ini. Disini.
Aku merogoh kantung jaketku. Aku
teringat sesuatu. Aku mengeluarkan dompetku dan mengambil sesuatu di dalamnya.
Sebuah kertas, dari teman lamaku, teman yang menurutku paling paham akan
diriku. Dia mengatakan harus membaca kertas ini kalau aku merasa tidak bisa
apa-apa lagi.
“Dibalik kesulitan, ada kemudahan. Dibalik kesulitan, ada kemudahan.
Tersenyumlah.”
Lagi, lagi, aku berulang-ulang
membacanya. Tiba-tiba aku tersenyum. Ajaib. Aku tidak memikirkan apapun. Dingin
masih terasa menyelimuti diri. Tapi,tidak terpikirkan apapun. Aku hanya senyum.
Dan tiba-tiba aku tertawa keras sambil tetap tergeletak.
“Bodoh..”
Aku merasa bertenaga. Aku bangkit
dan berdiri. Entah kenapa aku terpikir sesuatu. Aku ingin berpose seperti para
tokoh utama yang ada di novel aksi atau para superhero yang baru bangkit dari
keterpurukan. Aku berdiri, tegak, kakiku mengambil jarak, tangan mengepal, dan
aku menunduk dan memejamkan mataku.
Lalu...
“Berubah.”
Aku mengatakannya dengan
berbisik, tegas, mengangkat kepalaku dan membuka mataku dan menatap sangar,
lurus ke depan. Rahangku mengatup. Dan aku siap untuk menghadapi apapun sekarang.
Karena aku, Tak terkalahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar