Sabtu, 21 Desember 2013

Lupakan Ageha, ini Hari Ibu!



“Bu, masakan hari ini enak!”, aku terduduk kekenyangan di kursi ruang makan.
“Selalu kan?”, Ya bu, masakan ibu selalu enak. Sudah lama aku tidak merasakan kehangatan ini. Tidak masalah Ayah dan saudara yang lain tidak dirumah saat ini, asal ada ibu, masakannya, aku bisa tenang. Oedipus complex? tidak ada yang salah dengan itu kan? Lumrah seorang lelaki bujangan tampan serba bisa sepertiku menyanjung kehadiran seorang ibu.
“Jadi, kapan kamu kembali bertugas?”
“Entahlah bu, yang pasti sampai aku bisa kembali ‘waras’ dan daya analisis dan kritisku kembali. Hal yang harus dilacak kali ini susah, rumit. Aku stuck di kondisi ini.”.
Ibu hanya tersenyum, menyeruput teh bunga chrysantemum kesukaannya.
“Kasus kali ini diambil alih sementara oleh agen yang lain. Mungkin juga bakal selamanya, mereka punya banyak agen berkualitas lainnya.”
“Nak, ibu memang bukan ahli di bidang intelijen, selidik-menyelidiki, detektif-detektifan...”, ibu menatapku dalam sambil tersenyum, “tapi satu hal yang ibu tau, dari dulu sampai sekarang, ketika kamu merasa terpuruk seperti ini,  dan selalu,setiap kali kamu tidak mampu melanjutkan tugasmu, apapun itu, penyebabnya hanya  satu hal”.
Aku terkejut, penasaran. “Apa bu? Aku saja tidak tahu apa penyebabnya...”
“Kamu memang agen rahasia berbakat, tapi termasuk lambat soal beginian yah.”, Ibu menertawakanku.
“hey hey heeeey, udah kasi tau aja kenapa bu..”, aku ikut tertawa.
“hmm.. hmm.. satu hal aja kok nak... cinta”, aku Cuma bisa terbengong, antara membenarkan praduga ku selama ini dan ingin membantahnya. Aku? Yang hebat ini? Hampir gagal karena jatuh cinta?
“lelaki hanya akan jatuh pada dua kondisi saat sedang jatuh cinta, yang pertama... saat dia kesulitan memahami perasaannya sendiri kemudian merasa sulit mengungkapkan perasaannya...”
“Hoooooooo”,
“Yang kedua...”
“Apa bu yang kedua?”
“Saat dia kehilangan orang yang dicintai”.
JLEB! Eh, suara apa itu. Aku hanya bisa memegang dadaku sendiri. Seakan sesuatu terbuka karena suara tadi.
“Ah...”
“Kalau boleh ibu beri saran untuk kamu... Jangan menyerah, kesulitan mengungkapkan perasaan ataupun kehilangan orang yang dicintai bukan jadi alasan, kalau kamu benar-benar cinta, kamu pasti akan menemukannya. Alat penyelidik itu bukan hanya teknologi, tapi semua kemungkinan yang tertinggal yang ada padamu. Barang, kenangan, catatan,kesukaan, bahkan perasaan yang tidak logis sekalipun yang ada padamu, bisa menuntunmu untuk menemukannya.”

Perkataan ibu seperti lilin yang menerangi ruangan kepalaku yang gelap dan kosong akhir-akhir ini. Aku menunduk dan tertawa geli. Sampai harus disadarkan ibu soal begini.
“Eh, kenapa kamu?”
“Gak kenapa-kenapa bu”. Aku tersenyum geli.
“Berarti tebakan ibu bener dong? Kasus kali ini soal wanita ya?”, tawaku meledak.
“Iya bu.”, dan aku terus tertawa.
“Kalau sudah ketemu, bawa kesini ya?”.
Aku beranjak dari tempat dudukku, melarikan diri dari permintaan aneh yang bakal muncul lebih banyak jika pembicaraan ini dilanjutkan.
“hmmm...ntar deh bu, do’akan saja ketemu.”, aku mencium dahi ibu, “Aku kembali semangat!”.
Aku melangkah ke pintu menuju halaman rumah. lalu aku menoleh pada ibu yang masih tersenyum memperhatikanku, “Selamat hari ibu ya Bu!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar