“Bu,
masakan hari ini enak!”, aku terduduk kekenyangan di kursi ruang makan.
“Selalu
kan?”, Ya bu, masakan ibu selalu enak. Sudah lama aku tidak merasakan
kehangatan ini. Tidak masalah Ayah dan saudara yang lain tidak dirumah saat
ini, asal ada ibu, masakannya, aku bisa tenang. Oedipus complex? tidak ada yang
salah dengan itu kan? Lumrah seorang lelaki bujangan tampan serba bisa
sepertiku menyanjung kehadiran seorang ibu.
“Jadi,
kapan kamu kembali bertugas?”
“Entahlah
bu, yang pasti sampai aku bisa kembali ‘waras’ dan daya analisis dan kritisku
kembali. Hal yang harus dilacak kali ini susah, rumit. Aku stuck di kondisi ini.”.
Ibu
hanya tersenyum, menyeruput teh bunga chrysantemum kesukaannya.
“Kasus
kali ini diambil alih sementara oleh agen yang lain. Mungkin juga bakal
selamanya, mereka punya banyak agen berkualitas lainnya.”
“Nak,
ibu memang bukan ahli di bidang intelijen, selidik-menyelidiki,
detektif-detektifan...”, ibu menatapku dalam sambil tersenyum, “tapi satu hal
yang ibu tau, dari dulu sampai sekarang, ketika kamu merasa terpuruk seperti
ini, dan selalu,setiap kali kamu tidak
mampu melanjutkan tugasmu, apapun itu, penyebabnya hanya satu hal”.
Aku
terkejut, penasaran. “Apa bu? Aku saja tidak tahu apa penyebabnya...”
“Kamu
memang agen rahasia berbakat, tapi termasuk lambat soal beginian yah.”, Ibu
menertawakanku.
“hey
hey heeeey, udah kasi tau aja kenapa bu..”, aku ikut tertawa.
“hmm..
hmm.. satu hal aja kok nak... cinta”, aku Cuma bisa terbengong, antara
membenarkan praduga ku selama ini dan ingin membantahnya. Aku? Yang hebat ini? Hampir
gagal karena jatuh cinta?
“lelaki
hanya akan jatuh pada dua kondisi saat sedang jatuh cinta, yang pertama... saat
dia kesulitan memahami perasaannya sendiri kemudian merasa sulit mengungkapkan
perasaannya...”
“Hoooooooo”,
“Yang
kedua...”
“Apa
bu yang kedua?”
“Saat
dia kehilangan orang yang dicintai”.
JLEB!
Eh, suara apa itu. Aku hanya bisa memegang dadaku sendiri. Seakan sesuatu
terbuka karena suara tadi.
“Ah...”
“Kalau
boleh ibu beri saran untuk kamu... Jangan menyerah, kesulitan mengungkapkan
perasaan ataupun kehilangan orang yang dicintai bukan jadi alasan, kalau kamu
benar-benar cinta, kamu pasti akan menemukannya. Alat penyelidik itu bukan
hanya teknologi, tapi semua kemungkinan yang tertinggal yang ada padamu. Barang,
kenangan, catatan,kesukaan, bahkan perasaan yang tidak logis sekalipun yang ada
padamu, bisa menuntunmu untuk menemukannya.”
Perkataan
ibu seperti lilin yang menerangi ruangan kepalaku yang gelap dan kosong
akhir-akhir ini. Aku menunduk dan tertawa geli. Sampai harus disadarkan ibu
soal begini.
“Eh,
kenapa kamu?”
“Gak
kenapa-kenapa bu”. Aku tersenyum geli.
“Berarti
tebakan ibu bener dong? Kasus kali ini soal wanita ya?”, tawaku meledak.
“Iya
bu.”, dan aku terus tertawa.
“Kalau
sudah ketemu, bawa kesini ya?”.
Aku
beranjak dari tempat dudukku, melarikan diri dari permintaan aneh yang bakal
muncul lebih banyak jika pembicaraan ini dilanjutkan.
“hmmm...ntar
deh bu, do’akan saja ketemu.”, aku mencium dahi ibu, “Aku kembali semangat!”.
Aku
melangkah ke pintu menuju halaman rumah. lalu aku menoleh pada ibu yang masih
tersenyum memperhatikanku, “Selamat hari ibu ya Bu!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar