Aku tidak tahu kenapa guru ini datang kerumahku,
menyuruhku mengerjakan suatu tugas berupa tulisan panjang, “perasaan mencintai”
yang ada dalam diriku.
Aku masih terus berpikir dan yakin pada pendirianku. Mungkin
aku hanya remaja laki-laki yang bodoh, mengorbankan seluruh waktu dan tenagaku
untuknya. untuk memberikan benda-benda yang disukai. Tapi itu karena aku
benar-benar menyukainya, mencintainya. Tanpa perduli umur kami berbeda jauh.
“kamu masih remaja, usiamu masih panjang untuk
melakukan hal-hal yang lebih baik. Sedangkan dia, umur dia hampir 30 tahun. Kamu
tidak boleh berhenti sekolah demi dia...”
“apa salah mencintai?”
Waktu itu, hanya itu sanggahanku, aku merasa aku bisa
melakukan segalanya, demi dia.
Semua hal itu aku torehkan di tugas yang dia berikan
ini. . .setelahnya aku langsung dibawanya ke suatu tempat.
***
“kau bodoh, hanya uang yang bisa memberikan
kebahagiaan! Aku menikah demi itu! Dasar anak kecil. Pergi kau!”. Itu teriaknya
setelah aku membacakan perasaanku sebagai tamu tak diundang di resepsinya.
Kalau pada pernikahan yang biasanya terjadi, buket itu
dilempar oleh wanita bergaun putih dan akan ditangkap oleh kenalan dan temannya
sebagai bentuk pernyataan “siapa yang akan menikah berikutnya”. Kali ini
berbeda. Buket itu melayang ke wajahku. Bukan menandakan aku yang akan menikah
berikutnya. Tapi menyadarkanku atas kebodohanku selama ini.
Aku keluar dari ruangan, dan aku biasanya yang tidak
pernah bertanya di kelas, kali ini bertanya pada guruku...
“salahkah aku mencintainya?”
“salahkah aku mencintainya?”
Lanjutan cerita? http://kuartal.blogspot.com/2013/12/malam-pertama.html
BalasHapusLOL...