Senin, 16 Desember 2013

Roti dan bangku taman

“Mau roti ini?”
“Terbang, langit sangat cerah, aku suka terbang.”
“Tadi aku beli di toko kue baru di depan toko pernak-pernik di simpang jalan”.
“Terbang menuju langit biruuu. Tapi mataharinya menyilaukan.”, dia memicingkan matanya.
“Roti ini enak juga, kacang hijaunya segar. Adonannya lembut. Apalagi masih fresh from the oven”.
“hey, coba perhatikan, aku akan mencoba mengepakkan tanganku, pasti aku bisa terbang ke balik awan sekarang”.
“Rotinya enak bangeeet”, aku terus mengunyah. Dia tidak perduli pada bungkusan rotiku, padahal aku sudah beli lima buah roti. Dia mencoba mengepakkan tangannya seperti sayap.
Aku terus mengunyah, roti ini sungguh enak. Banyak juga anak-anak yang bermain di taman ini ditemani orang tua atau pengasuhnya. Ada yang bermain bola. Tapi...aku tidak suka pandangan sekelompok ibu-ibu yang berdiri di depan air mancur di depan kami. Apa yang mereka bicarakan. Kami kan hanya duduk di bangku taman ini seperti biasa.
“Lihat-lihat aku terbang!!!!”, ah...dia mulai terbang.
“Hey, rotinya!!!”, sahutku dengan keras sembari melihat dia terus terbang. Dia tidak mau membawa rotinya.
“Daaaaaaaaaaaaaaaaah”, dia mulai menghilang dari pandangan.
Seorang ibu-ibu dari kelompok penggosip tadi menghampiriku. Apa yang mau dia lakukan?
“Hey..nak. Kamu...dari tadi...berbicara dengan siapa?”
“Saya hanya latihan monolog kok bu..., untuk tugas kuliah saya.”, aku berikan senyum termanisku padanya. Diapun hanya mengangguk kebingungan antara mengerti dan tidak. Manusia-manusia ini tidak akan pernah siap untuk mengetahui kenyataan. Tidak akan pernah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar