“Mau roti ini?”
“Terbang, langit sangat cerah, aku
suka terbang.”
“Tadi aku beli di toko kue baru di
depan toko pernak-pernik di simpang jalan”.
“Terbang menuju langit biruuu. Tapi
mataharinya menyilaukan.”, dia memicingkan matanya.
“Roti ini enak juga, kacang hijaunya
segar. Adonannya lembut. Apalagi masih fresh from the oven”.
“hey, coba perhatikan, aku akan
mencoba mengepakkan tanganku, pasti aku bisa terbang ke balik awan sekarang”.
“Rotinya enak bangeeet”, aku terus
mengunyah. Dia tidak perduli pada bungkusan rotiku, padahal aku sudah beli lima
buah roti. Dia mencoba mengepakkan tangannya seperti sayap.
Aku terus mengunyah, roti ini
sungguh enak. Banyak juga anak-anak yang bermain di taman ini ditemani orang
tua atau pengasuhnya. Ada yang bermain bola. Tapi...aku tidak suka pandangan
sekelompok ibu-ibu yang berdiri di depan air mancur di depan kami. Apa yang
mereka bicarakan. Kami kan hanya duduk di bangku taman ini seperti biasa.
“Lihat-lihat aku terbang!!!!”,
ah...dia mulai terbang.
“Hey, rotinya!!!”, sahutku dengan keras
sembari melihat dia terus terbang. Dia tidak mau membawa rotinya.
“Daaaaaaaaaaaaaaaaah”, dia mulai
menghilang dari pandangan.
Seorang ibu-ibu dari kelompok
penggosip tadi menghampiriku. Apa yang mau dia lakukan?
“Hey..nak. Kamu...dari
tadi...berbicara dengan siapa?”
“Saya hanya latihan monolog kok
bu..., untuk tugas kuliah saya.”, aku berikan senyum termanisku padanya. Diapun
hanya mengangguk kebingungan antara mengerti dan tidak. Manusia-manusia ini
tidak akan pernah siap untuk mengetahui kenyataan. Tidak akan pernah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar